PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pakan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan sangat berpengaruh terhadap
peningkatan produksi ternak. Pakan sangat penting bagi kesuksesan usaha
peternakan, karena biaya pakan menduduki urutan pertama, biasa produksi dapat
mencapai 60-80 persen. Upaya untuk meminimalkan biaya pakan dapat digunakan
alternatif bahan pakan
lokal yang bersifat nonkonvensional dan tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia, harga murah, tetapi mempunyai kandungan nutrisi yang cukup untuk
ternak.
Salah satu sektor yang belum banyak
dimanfaatkan adalah limbah pertanian. Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang
tidak dipergunakan kembali dari hasil aktifitas manusia, ataupun proses-proses
alam yang belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan mempunyai nilai ekonomi yang rendah.
Dikatakan mempunyai nilai ekonomi yang rendah karena limbah dapat mencemari
lingkungan dan penangannya memerlukan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan
limbah merupakan salah satu alternatif untuk menaikkan nilai ekonomi limbah
tersebut.
Salah
satu limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan adalah tanaman tanaman jagung,
dalam bentuk batang, daun, dan janggel jagung. Batang dan daun jagung sudah
biasa dimanfaatkan untuk pakan sapi, namun janggel atau tongkol jagung terutama
di Kalimantan Selatan belum biasa dimanfaatkan untuk pakan sapi. Janggel hanya
dibakar karena merupakan limbah dan mengganggu lingkungan. Tongkol jagung
sangat potensial untuk dapat dikembangkan sebagai pakan ruminansia. Namun hasil
samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan. Permasalahan
utama penggunaan janggel jagung sebagai pakan sapi adalah tingginya kandungan serat
kasar sulit tercerna yang berupa lignin dan silika. Kadar lignin dan silika
yang tinggi mengakibatkan kecernaan janggel jagung menjadi rendah dan
konsumsinya oleh ternak terbatas. Sehingga perlu dicari teknologi yang dapat
meningkatkan nilai nutrisi dan kecernaannya.
Upaya
untuk meningkatkan kualitas nutrisi janggel jagung sebagai pakan ternak
ruminansia dengan menggunakan metode fermentasi diharapkan dapat meningkatkan
kandungan protein kasar, menurunkan serat kasar serta dapat meningkatkan
kecernaannya. Fermentasi yaitu proses perombakan dari struktur keras secara
fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang komplek menjadi
sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih efesien. Upaya meningkatkan
nilai gizi janggel jagung dapat menggunakan cairan rumen, EM4 dan trichoderma
sebagai biodekomposernya.
Cairan
rumen merupakan hasil limbah dari pemotongan ternak di rumah potong hewan.
Cairan rumen digunakan untuk memanfaatkan mikroorganisme yang ada pada cairan
rumen tersebut. Pemanfaatan cairan rumen sebagai biodekomposer janggel jagung
fermentasi diperlukan dosis yang optimal untuk meningkatkan kandungan protein
kasar dan menurunkan serat kasar.
EM4 peternakan merupakan kultur EM4 dalam medium cair
berwarna coklat kekuning-kunigan yang menguntungkan untuk pertumbuhan dan
produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis. EM4 peternakan mampu
memperbaiki jasad renik didalam saluran pencernaan ternak sehingga kesehatan
ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan bau kotoran akan berkurang.
Pemberian EM4 peternakan pada pakan dan minuman ternak, akan meningkatkan nafsu
makan karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM4 peternakan tidak mengandung
bahan kimia sehingga aman bagi ternak.
Setiap
botol EM-4 (Effective Mikroorganisme–4) untuk peternakan volume 1 liter
mengandung :
Lactobacillus casei
Lactobacillus
casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob,
tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan
menjadi salah satu bakteri yang berperan penting dalam pencernaan. Lactobacillus
adalah bakteri yang bisa memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam
makanan, dan menolong penyerapan elemen penting dan nutrisi seperti mineral,
asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup.
Lactobacillus
casei adalah spesies yang mudah
beradaptasi, dan bisa diisolasi dari produk ternak segar dan fermentasi, produk
pangan segar dan fermentasi. Dari segi industrial, Lactobacillus casei mempunyai
peran dalam probiotik manusia, kultur starter pemroduksi asam untuk fermentasi
susu, dan fermentasi pakan.
Lactobacillus
casei diduga dapat mengontrol organisme yang
dapat menimbulkan efek toksik di dalam saluran pencernaan, diantaranya yaitu Escherichia
coli. Lactobacillus casei adalah suatu jasad renik jenis temporer
penghasil asam laktat.
Saccharaomyces cerevisiae
Saccharaomyces
cerevisiae adalah
nama spesies yang termasuk dalam khamir berbentuk oval. Saccharomyces
cerevisiae mempunyai mikrostruktur yang terdiri dari : Kapsul, Dinding
Sel, Membran Sitoplasma, Nukleus, Vakuola, Mitokondria, Globula dan Sitoplasma.
Ragi atau istilah resminya adalah
yeast merupakan organisme bersel tunggal berjenis eukariotik. Berkembang biak
dengan membelah diri. Berbeda dengan bakteri, yeast memiliki ukuran sel lebih
besar (sekitar 10x), memiliki organ-organ, memiliki membran inti sel, dan DNA
terlokalisasi di dalam kromosom dalam inti sel. Ini menyebabkan yeast bisa
melakukan fungsi-fungsi sel yang berbeda-beda di tiap lokasi dalam selnya.
Singkatnya, sel yeast lebih mirip sel organisme tingkat tinggi seperti hewan.
Dengan kata lain, yeast secara evolusi lebih maju ketimbang bakteri semacam E.
coli.
Saccharomyces cerevisiae berfungsi dalam pembuatan roti dan
bir, karena Saccharomyces bersifat
fermentatif (melakukan fermentasi, yaitu memcah glukosa menjadi karbon dioksida
dan alkohol) kuat. Namun, dengan adanya oksigen, Saccharomyces juga dapat melakukan respirasi yaitu mengoksidasi
gula menjadi karbon dioksida dan air.
Rhodopseudomonas palustris
Rhodopseudomonas
palustris adalah bakteri gram negatif, terkenal karena
kemampuannya untuk beralih antara empat mode yang berbeda dari metabolisme yang
mendukung kehidupan : photoautotrophic,
photoheterotrophic, chemoautotroph dan chemoheterotrophic. Ini berarti
bahwa bakteri ini dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen, yang dapat
menggunakan cahaya, senyawa anorganik, atau senyawa organik untuk energi,
melainkan dapat memperoleh karbon baik dari fiksasi karbon dioksida atau hijauan
berasal dari tumbuhan senyawa, dan juga dapat memperbaiki nitrogen.
Fleksibilitas ini metabolik telah meningkatkan minat dalam komunitas riset dan
membuat bakteri ini cocok untuk digunakan potensial dalam aplikasi bioteknologi
Trichoderma viridea
adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan
menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim selobiohidrolase,
endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma viride selain
menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim
xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim
selulolitik dalam memecah selulosa.
Di
Indonesia pengolahan tongkol jagung untuk dimanfaatkan sebagai pakan belum
banyak dilaporkan. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mencari metode pengolahan janggel jagung yang tepat untuk meningkatkan nutrien janggel
jagung, sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak terutama ternak
ruminansia.
Tujuan
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas fisik dan kualitas nutrisi
pada janggel jagung yang difermentasi dengan menggunakan cairan rumen, EM4 dan
trichoderma.
1.
Mengetahui pengaruh penggunaan inokulan
yang berbeda terhadap kualitas fisik (bau, warna, tekstur, suhu, pH dan
kandungan air) fermentasi janggel jagung.
2.
Mengetahui pengaruh penggunaan inokulan
yang berbeda terhadap kualitas nutrisi (kandungan protein kasar (PK) dan serat
kasar (SK)) fermentasi janggel jagung.
Kegunaan
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada petani/peternak
tentang pemanfaatan limbah jagung yang difermentasi dengan tiga bahan
fermentasi yang lebih efesien dan yang terbaik sebagai pakan ternak.
Hipotesis
Hipotesis
dari penelitian ini adalah :
1. Fermentasi
dengan inokulan yang berbeda mampu memperbaiki kualitas fisik janggel jagung.
2. Fermentasi
dengan inokulan yang berbeda mampu memperbaiki kualitas fisik janggel jagung.
TINJAUAN
PUSTAKA
Janggel Jagung
Janggel
jagung adalah hasil ikutan
dari tanaman jagung yang telah
diambil bijinya dan merupakan limbah padat. Selama
ini janggel jagung selalu dibuang
atau dibakar, padahal sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternative karena mudah didapat, kandungan
nutrisinya memadai dan ketersediaannya cukup.
Sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai pakan ternak.
Kandungan zat makanan
tongkol jagung berdasarkan persentase bahan kering
terdiri dari bahan
kering 88,48%, lemak 2,38%, serat
kasar 46,90%, protein kasar
4,6%, BETN 33,36% dan abu
l,23% (Yulia, 2009).
Komponen
tanaman jagung tua dan siap panen terdiri atas 38% biji, 7% tongkol, 12% kulit,
13% daun dan 30% batang. Janggel jagung dapat diberikan kepada ternak
ruminansia dan merupakan bahan pakan kasar berkualitas rendah. Janggel jagung
termasuk bahan pakan yang kurang palatable dan jika tidak segera dikeringkan
akan ditumbuhi jamur dalam beberapa hari. Komposisi janggel jagung terdiri dari
bahan kering 90,0%, protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar
32,7%, dinding sel 80%, selulosa 25,0%, lignin 6,0% dan ADF 32% (Murni, et al., 2008)
Yulistiani
(2012) mengungkapkan Tongkol jagung mempunyai kadar protein yang rendah
(<4,64%), kadar lignin (15,8%) dan selulosa yang tinggi. Kecernaan tongkol
jagung rendah (kecernaan in vitro nya <50%).
Tabel 1. Kandungan nutrisi limbah
pertanian pada sentra pengembangan sapi potong di Bengkulu (%)
Jenis
Bahan
|
BK
|
PK
|
LK
|
SK
|
TDN
|
Jerami Padi
Jerami Jagung Kasar
Klobot Jagung
Tongkol Jagung
Kulit Kopi
Kulit Coklat
Kulit Kacang Tanah
Dedak Padi
Ampas Tahu
Daun Singkong
Daun Umbi Rambat
|
31.82
21.69
42.56
76.61
91.77
89.37
87.38
91.27
10.79
22.43
15.16
|
.5.21
9.56
3.40
5.62
11.18
14.99
5.77
10.26
25.65
26.98
15.00
|
1.17
2.21
2.55
1.58
2.50
6.26
2.51
2.32
5.32
8.58
2.73
|
26.78
26.30
23.32
25.55
21.74
23.24
73.37
18.51
14.53
11.10
22.26
|
51.50
60.24
65.41
53.08
57.20
55.52
31.70
55.52
76.00
74.30
51.94
|
Sumber : Ruswendi (2011)
Dalam memilih bahan pakan dan
penyusunan ransum diperlukan informasi kandungan nutrisi untuk menentukan
jumlah penggunaan kecukupan nutrisi pakan sapi potong serta kriteria rasional,
ekonomis, apicable (terpakai) dan batas penggunaan bahan. Sebaiknya dalam
pengolahan bahan terlebih dahulu difermentasi untuk memudahkan
penghancuran, menambah nilai gizi, aroma sekaligus juga menghilangkan aroma
khas masing-masing bahan penyusun pakan. Seperti halnya tongkol jagung setelah
difermentasi kandungan protein kasarnya (PK) meningkat dari 5,62% menjadi
7,68% (Ruswendi, 2011).
Cairan
Rumen
Cairan
rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan kandungan enzim
pendegradasi serat dan vitamin. Cairan rumen mengandung enzim α-amilase,
galaktosidase, hemiselulase, selulase, dan xilanase. Rumen diakui sebagai
sumber enzim pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis dalam rumen
disebabkan karena pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikroorganisme,
terutama selulase dan xilanase. Isi rumen yang merupakan limbah rumah potong
hewan apabila tidak ditangani dengan baik dapat mencemari lingkungan.
Sebaliknya, isi rumen berpotensi sebagai feed
additive. Cairan rumen telah digunakan sebagai sumber inokulan dalam
pengelolaan silase (Pataya, 2005).
Menurut
Rahayu (2003) bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama
yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya.
Sebaliknya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya karena mudah
dilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri adalah :
a. Bakteri
pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes,
Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens).
b. Bakteri
pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio
fibrisolvens, Bakteroides ruminocola,
ruminococcus sp).
c. Bakteri
pencerna pati (bakteroides ammylophilus,
streptococcus hovis, succinnimonas amylolytica).
d. Bakteri
pencerna gula (triponema bryantii,
lactobasilus ruminus).
e. Bakteri
pencerna protein (Clastridium sporogenus,
Bacillus licheniformis).
EM-4
Produk EM-4 Peternakan merupakan kultur
EM dalam medium cair berwarna coklat kekuning-kuningan yang menguntungkan untuk
pertumbuhan dan produksi ternak dengan ciri-ciri berbau asam manis. EM-4
Peternakan mampu memperbaiki jasad renik didalam saluran pencernaan ternak
sehingga kesehatan ternak akan meningkat, tidak mudah stress dan bau kotoran
akan berkurang. Pemberian EM-4 Peternakan pada pakan dan minum ternak akan
meningkatkan nafsu makan karena aroma asam manis yang ditimbulkan. EM-4
peternakan tidak mengandung bahan kimia sehingga aman bagi ternak.
Manfaat EM-4 Peternakan
·
Menyeimbangkan mikroorganisme yang
menguntungkan dalam perut ternak.
·
Memperbaiki dan Meningkatkan kesehatan ternak.
·
Meningkatkan mutu daging ternak.
·
Mengurangi tingkat kematian bibit ternak.
·
Memperbaiki kesuburan ternak.
·
Mencegah bau tidak sedap pada kandang
ternak
·
Mengurangi
stress pada ternak
·
Mencegah bau tidak sedap pada kandang
ternak an kotoran ternak.
Sapi,
kerbau kambing telah biasa diberikan silase larutan pada musim kemarau saat
rumput juga sulit didapat. Em-4 dapat digunakan sebagai probiotik pembuatan
silase, rumput kering, jerami, pohon jagung kering dan lain-lain dapat diolah
menjadi pakan ternak. Karena proses fermentasi, kandungan gizi silase lebih
tinggi dari asalnya dan dapat disimpan lebih lama untuk memenuhi kebutuhan
pakan pada saat musim kemarau.
EM-4
merupakan mikroorganisme yang banyak digunakan bagi peternakan, karena 90
persen bakteri di dalamnya ialah Lactobacillus
Sp. Bakteri lainnya Azotobacter, Clostridia, Enterobacter, Agrobacterium, Erwinia, Pseudomonas, dan mikroorganisme pembentuk asam laktat. Media
kulturnya berbentuk cairan dengan pH 4,5 (Hermanto, 2011).
Trichoderma
Enzim
yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi selulase secara komersial
biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan
selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan lain-lain. Bakteri
yang bisa menghasilkan selulase adalah Pseudomonas,
Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang
dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan
dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride.
Trichoderma viride
adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan
menghasilkan enzim-enzim selullolitik,
termasuk enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma virideselain menghasilkan
enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah
enzim selulolitik dalam memecah selulosa (Gunam et al. 2010).
Trichoderma
viridae merupakan kapang saprophyt yang banyak dimanfaatkan untuk proses
fermentasi, karena kapang ini dapat menghasilkan enzim selulase kompleks. Enzim
tersebut mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa total selulase murni yang
tidak dapat larut menjadi glukosa. Penguraian selulosa menjadi glukosa akan
meningkatkan populasi mikroba terutama yang bersifat selulolitik (Aisjah,
2011).
Untuk
keperluan fermentasi, Trichoderma bisa aktivasi dengan menggunakan media air
steril, yang dimasukkan ke dalamnya gula pasir (1% dari volume air), urea (1%)
dan NPK (0.5% dari berat air), lalu dilarutkan. Ke dalam larutan tersebut
dimasukkan bibit kapang Tricoderma sebanyak 1% dari volume air. Lalu larutan
diaerasi menggunakan aerator selama 35-48 jam.
Larutan
Trichoderma virede tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi
tongkol jagung. Sebelum difermentasi, sebaiknya tongkol jagung dicacah atau
lebih baik jika ditepungkan, untuk memperkecil bentuknya. Selanjutnya
difermentasi selama 7 hari, dan kemudian dikeringkan. Melalui teknik
fermentasi, akan dapat meningkatkan kandungan protein dan energi bahan,
sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak (Guntoro, 2009).
Bahan tambahan
Dengan
mengetahui prinsip fermentasi dan phase tahapan
prosesnya, maka kita bisa memanipulasi proses fermentasi dalam pebuatan silase.
Manipulasi di tujukan untuk mempercepat proses atau untuk meningkatkan dan
mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada bahan baku silase. Manipulasi
dengan penambahan bahan aditif
ini bisa dilakukan secara langsung dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba.
Bahan aditif sumber karbohidrat sebagai pemacu
tumbuh bakteri asam laktat yang sering digunakan adalah molases (tetes),
onggok, dedak padi, menir atau jagung. Tetes merupakan bahan yang paling sering
digunakan karena hasilnya cukup bagus. Adapun pemilihan bahan aditif ini
disesuaikan dengan ketersediaannya (novia,
2011).
Tabel 2. Rekomendasi Penggunaan Bahan Aditif dari Total Berat Segar Bahan
Bahan Aditif
|
Takaran
(%)
|
Tetes/Molases
|
3
|
Dedak Padi Halus
|
5
|
Onggok
|
5
|
Menir
|
4
|
Jagung
|
4
|
Sumber: Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Pakan, IPB (2001)
Proses
pembuatan silase dapat dipercepat dengan penambahan bahan aditif berupa
karbohidrat mudah dicerna. Karbohidrat mudah dicerna yang ditambahkan dalam
pembuatan silase berguna untuk menambah sumber energi bagi bakteri asam laktat.
Dedak
padi kaya akan karbohidrat mudah dicerna sehingga dapat digunakan sebagai
aditif dalam membuat silase. Penambahan bahan aditif pada pembuatan silase
mampu memudahkan terbentuknya suasana asam dengan derajat keasaman yang
optimum. Karakteristik silase yang baik adalah : bau asam, tidak berjamur,
berwarna hijau kekuningan, asam lemak mudah terbang lebih kecil dibandingkan
asam laktat, produksi amonia dibawah 10% dari total N, konsentrasi asam butirat
kurang dari 0,2% dan mempunyai ciri-ciri antara lain PH 4,2, Kandungan asam
laktat 1,5-2,5%, Kandungan asam butirat 0,1%, Kandungan asam asetat 0,5-0,8%
dan Kandungan N-NH3 5-8%.
Molasses adalah hasil ikutan utama dalam pengolahan
gula, yang berasal dari cairan tebu. Sekitar 25 hingga 50 kg molases dihasilkan
dari produksi 100 Kg gula refinasi. Molases merupakan sumber energi utama dan merupakan
hasil ikutan utama dalam pengolahan gula. Molases dari tebu mengandung 25
hingga 40% sukrosa, kandungan protein kasar relatif kecil yaitu sekitar 3% dan
kandungan abu berkisar antara 8-10% yang terdiri dari K, Ca, CL dan Garam
Sulfat. Molases merupakan sumber trace mineral yang bagus akan tetapi pada
umumnya memiliki kandungan vitamin yang rendah (Ilmu Ternak Kita, 2010).
Teknologi
Fermentasi
Tongkol
jagung yang biasanya dibuang, sebenarnya bisa diolah menjadi bahan-bahan
industri sebagai bahan yang lebih berharga seperti untuk industri selo-oligo
sakarida, glukosa, etanol, dan pakan ternak (Guntoro, 2009).
Limbah
pertanian seperti janggel jagung dan kulit ari biji kedelai yang telah di
fermentasi banyak mengandung zat-zat yang diperlukan oleh ternak (kajian
pustaka). oleh karena itu, peneliti menyumbangkan ide untuk membuat pakan
ternak ayam dari janggel jagung dan kulit ari biji kedelai. Janggel jagung dan
kulit ari biji kedelai merupakan limbah pertanian yang jarang dimanfaatkan
nantinya akan banyak berpengaruh pada pertumbuhan ternak ayam. Bahan baku yang
diperlukan mudah didapat karena banyak dibuang oleh masyarakat setelah panen
jagung dan kedelai (Niswati, 2011).
Berdasarkan
hasil penelitian, tongkol jagung banyak mengandung sellulosa, yakni 44,9%,
serta mengandung hemisellulosa (31,8%) dan lignin-sekitar 23,3%. Sementara
kandungan protein amat rendah.
Untuk
menjadikan tongkol jagung sebagai bahan pakan diperlukan melalui pemecahan
lignin (delignifikasi) yakni melalui perendaman dalam larutan NaCl 1%.
Perlakuan tersebut perlu dilanjutkan dengan perendaman dalam larutan NaOH 15%.
Untuk
pemecahan sellulosa dan hemisellulosa menjadi gula-gula sederhana, perlu
dilanjutkan dengan fermentasi dengan mikroba sellulatik. Mikroba sellulatik,
bisa berupa kapang (jamur) maupun bakteri.
Jenis
kapang yang baik untuk pengolahan tongkol antara lain Trichoderma viride.
Sementara untuk bakteri, bisa menggunakan bakteri-bakteri sellulatik dari isi
rumen sapi atau kambing (Guntoro, 2009).
BAHAN
DAN METODE
Bahan
dan Alat
Bahan
Janggel
jagung. Janggel jagung yang digunakan diperoleh dari
daerah Kabupaten Tanah Laut.
Cairan
rumen. Bahan yang digunakan sebagai sumber
mikroorganisme. Cairan rumen diambil dari rumah potong hewan yang berasal dari
ternak yang dipotong.
EM-4.
Bahan yang digunakan sebagai sumber mikroorganisme. Em-4 dapat di beli di toko
Peternakan.
Trichoderma.
Bahan yang digunakan sebagai sumber mikroorganisme. Trichoderma dapat dibeli di
toko Peternakan.
Dedak
Padi.
Bahan yang digunakan sebagai zat additive dalam fermentasi.
Molases.
Bahan yang digunakan sebagai sumber energi mikroba dalam fermentasi.
Bahan
kimia. Untuk analisis proksimat penetapan kadar kandungan
protein kasar dan serat kasar dengan metode AOAC (1990).
Alat
Peralatan
Laboratorium. Untuk penetapan kandungan protein
kasar dan serat kasar.
Chooper.
Alat pencacah janggel jagung.
Kantong
plastik ukuran 1 meter. Sebagai tempat fermentasi.
Botol
kosong ukuran 1,5 liter. Sebagai tempat mengembangkan EM-4
dan Trichoderma.
Gembor.
Alat untuk menyiram cairan rumen, EM-4 dan Trichoderma.
Termos
ukuran 2 liter. Sebagai tempat penyimpanan cairan
rumen.
Blender.
Sebagai alat untuk menghaluskan janggel jagung sebelum analisis proksimat.
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan empat perlakuan dan lima kali ulangan. Perlakuan pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
J0
= Janggel jagung tanpa fermentasi (kontrol).
J1
= Janggel jagung difermentasi dengan cairan rumen.
J2
= Janggel jagung difermentasi dengan EM-4.
J3
= Janggel jagung difermentasi dengan Trichoderma.
Pelaksanaan
Penelitian
Waktu dan Tempat
Penelitian
ini dilaksanakan di Laboratorium Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru, pada bulan November sampai bulan Desember 2012.
Persiapan
Persiapan
sebelum pelaksanaan penelitian berupa persiapan alat-alat dan bahan-bahan yang
akan digunakan selama penelitian yaitu :
Janggel
jagung hasil ikutan dari tanaman jagung yang telah diambil bijinya dan
merupakan limbah padat disebut janggel jagung. Janggel jagung dicacah dengan
menggunakan chooper.
Cairan
rumen. Ternak sapi yang baru dipotong dipisahkan bagian perutnya, kemudian
bagian perut sapi dibelah menggunakan pisau. Isi yang ada dalam perut sapi
dikeluarkan khususnya pada bagian rumen. Isi rumen tersebut diperas menggunakan
kain kasa untuk diambil cairan rumennya dan disimpan didalam termos. Cairan
rumen siap digunakan untuk biodekomposer pada janggel jagung fermentasi.
Pengenceran cairan rumen untuk 1 kilo janggel jagung yaitu 300 ml cairan rumen
dicampur dengan air sebanyak 500 ml.
EM-4. Untuk mengembangkan EM-4, 1 liter EM-4
diencerkan dengan 25 liter air, ditambah dengan gula sebanyak 150 gram dan urea
sebanyak 10 gram didiamkan selama 1-2 hari. Dengan dosis penggunaan 5 ml per kilo
janggel jagung.
Trichoderma.
Pengenceran trichoderma untuk 1 kilo janggel jagung adalah 4 gram trichoderma
dicairkan pada 500 ml air.
Dedak
padi. Setiap perlakuan fermentasi diberikan dedak sebanyak 5% dari berat bahan
pakan.
Molases. Setiap perlakuan fermentasi diberikan molases
sebanyak 3% dari berat bahan pakan.
Proses
Fermentasi
Fermentasi
dilakukan dalam kantong plastik. Langkah-langkah proses fermentasi yaitu
mencacah janggel jagung menggunakan chooper hingga kecil-kecil, kemudian
janggel jagung ditimbang sebanyak 1 kilo per unit percobaan. Perlakuan pertama
janggel jagung tanpa fermentasi (kontrol), perlakuan kedua menggunakan cairan
rumen yang sudah diencerkan sebanyak 800 ml/kg ditambah dedak padi 5% dari
berat pakan dan molases
sebanyak 3% dari berat bahan pakan, perlakuan ketiga
menggunakan EM-4 yang sudah diencerkan sebanyak 5 ml/kg ditambah dedak padi 5%
dari berat pakan dan molases
sebanyak 3% dari berat bahan pakan, dan perlakuan keempat
menggunakan trichoderma sebanyak 500ml/kg ditambah dedak padi 5% dari berat
pakan dan molases sebanyak 3% dari
berat bahan pakan.
Cairan
rumen, EM-4 dan Trichoderma disiramkan pada janggel jagung hingga merata
kemudian ditambahkan dedak padi sebanyak 5% dan molases 3% pada masing-masing
fermentasi dan diaduk hingga rata. Setelah masing-masing tercampur, kemudian
dimasukkan pada kantong plastik. Fermentasi berlangsung selama 3 minggu.
Persiapan
Sampel
Pembongkaran
dilakukan setelah proses fermentasi selesai yaitu 3 minggu atau 21 hari.
Janggel jagung dikeluarkan dari kantong plastik, kemudian di oven selama 12 jam
dengan suhu 65° C (sampai beratnya konstan). Janggel jagung kemudian diblender
hingga halus dengan ukuran 20 mesh. Janggel jagung siap digunakan untuk
analisis proksimat.
Pengamatan
Peubah yang diukur
:
a.
Kualitas fisik : Parameter kualitas
fisik yang diamati adalah bau, warna, tekstur, suhu, pH dan kandungan air.
b.
Kualitas nutrisi : Parameter kualitas
nutrisi yang diamati adalah kandungan Protein Kasar (%) dan Serat Kasar (%).
Analisis
Data
Model
analisis yang digunakan adalah dengan Moden Rancangan Acak Lengkap (Steel dan
Torrie, 1993) adalah :
Yij = µ + τi + εij
Yij =
Nilai hasil pengamatan pada perlakuan
tingkat pemberian inokulan
µ = Nilai rata-rata umum pengamatan
τi = Pengaruh fermentasi janggel jagung terhadap
perlakuan ke-i (1,2,3,4)
εij =
Pengaruh galat acak yang menerima perlakuan ke-I (1,2,3,4) pada ulangan ke-j
(1,2,3,4,5).
Uji non parametrik menggunakan uji Kruskal-Wallis. Adapun
model umum Kruskal-Wallis menurut Steel dan Torrie (1993) dan Walpole (1993) adalah sebagai berikut :
Dimana :
K : Nilai Kruskal-Wallis dari hasil perhitungan
Ri :
Jumlah rank dari kategori/perlakuan ke i
Ni : Banyaknya ulangan pada kategori/perlakuan ke-i
k :
Banyaknya kategori/perlakuan
(i=1,2,3,…..,k)
N : Jumlah seluruh data
(N=n1+n2+n3+………..+nk)
Apabila dalam uji Kruskal-Wallis terdapat perbedaan yang
nyata atau sangat nyata akibat perlakuan akan dilanjutkan dengan uji rataan
ranking.
Tabel 3. Skoring Kualitas Fisik Janggel Jagung Fermentasi
No
|
Bau
|
Warna
|
Tekstur
|
Nilai
|
1.
|
Asam
|
Coklat
|
Halus
|
3
|
2.
|
Agak asam
|
Agak coklat
|
Agak halus
|
2
|
3.
|
Tidak asam
|
Tidak berubah
|
Kasar
|
1
|
Data
yang diperoleh apabila tidak homogen akan dilakukan dengan uji Bartlett, untuk
selanjutnya dianalisis statistik menggunakan Analisis Ragam (ANOVA). Jika
analisis ragam terdapat perbedaan pengaruh nyata atau sangat nyata maka
dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan uji wilayah berganda Duncan
(DMRT) menurut Steel dan Torrie (1993). Berdasarkan model analisis tersebut
maka bentuk analisis ragamnya dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Analisis Ragam Rancangan Acak Lengkap
Sumber keragaman
|
Derajat Bebas (db)
|
Jumlah kuadrat (JK)
|
Kuadrat tengah (KT)
|
F-Hitung
|
F-Tabel
|
0,05
|
0,01
|
Perlakuan
|
3
|
JK
P
|
KT
P
|
KT
P/KT G
|
|
|
Galat
|
16
|
JK
G
|
KT
G
|
|
Total
|
19
|
JK
T
|
|
Keternagan :
F-Hit
< F-Tabel (0,05) = n-s (non significant)
F-Hit
> F-Tabel (0,05) = *
(significant)
F-Hit
> F-Tabel (0,01) = ** (highly significant)